Indonesia memang dikenal dengan keanekaragaman budayanya. Wilayahnya yang begitu luas terdiri dari beribu-ribu pulau. Tiap tempat atau pulau umumnya didiami oleh suatu kelompok masyarakat tertentu atau yang disebut dengan suku bangsa.
Suku yang mendiami masing-masing tempat atau pulau tentu saja mempunyai tradisi atau adat-istiadat yang berbeda-beda. Tradisi ini merupakan kebiasaan bebuyutan yang telah dilakukan semenjak zaman nenek moyang dan dilestarikan sampai kini.
Image : https://nyswardah.wordpress.com
Kita mulai dari Indonesia belahan timur. Tradisi ini adanya hanya di Papua yang dilakukan oleh Suku Dani secara turun temurun yang niscaya menciptakan kita bergidik ngeri. Bagaimana tidak? Masyarakat Suku Dani mempunyai tradisi yang begitu ekstrem namanya Ikipalin, yaitu sebuah tradisi potong jari.
Jika di Arab Saudi mungkin sudah tidak asing lagi dengan aturan potong tangan bagi pelaku pencurian. Namun bagi Suku Dani, potong jari bukanlah hukuman. Makara ceritanya setiap ada keluarga terdekat meninggal, keluarga terdekatnya harus menanggung beban yang pada umumnya dilakukan oleh kaum ibu dengan cara memotong jarinya. Akan tetapi kalau yang meninggal yaitu istri yang tak mempunyai orang tua, maka sang suami yang harus menanggungnya. Hal ini merupakan ungkapan rasa murung lantaran kehilangan keluarga yang dikasihi.
Namun berdasarkan informasi yang berkembang, tradisi potong jari ini sudah mulai langka. Kabarnya, tradisi ini pernah tidak boleh ketika zaman kolonialisme Belanda lantaran dinilai sangat ekstrem dan sadis.
Image : https://malukutourism.blogspot.com
Bambu gila merupakan permainan tradisional dari Maluku. Meskipun hanya sebuah permainan, namun bambu gila bukan permainan biasa lantaran permainan ini mempunyai aura mistis. Konon bambu yang dimainkan ini mempunyai kekuatan supranatural sehingga bambu menjadi berat dan sanggup bergerak dengan sendirinya.
Beberapa hal yang terlibat dalam permainan ini antara lain pawang, kemenyan, mantra, sebatang bambu berukuran 2,5 meter dengan jumlah ruas harus ganjil dan pemainnya juga harus berjumlah ganjil boleh lima atau tujuh laki-laki dewasa. Permainan ini akan dimulai dengan pemanggilan roh ghaib dengan cara memperabukan kemenyan dan mengucapkan mantra tertentu. Roh tersebut nantinya akan merasuki bambu yang menciptakan bambu menggila dan mengakibatkan para pemain kelelahan bahkan terpental.
Tana Toraja merupakan kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Masyarakat Tana Toraja dikenal mempunyai sebuah tradisi pemakaman yang abnormal dan menakutkan namanya tradisi Ma’Nene yaitu ritual untuk menghormati orang terkasih yang telah meninggal.
Ritual Ma'nene atau mengganti pakaian mayat sebutan masayarakat Toraja, diawali dengan berkunjung ke lokasi pekuburan leluhur mereka yang dinamakan Patane. Kemudian mayat yang tersimpan dan dalam keadaan utuh lantaran diberi materi pengawet dibawa pulang, dibersihkan dengan memakai kuas lalu mayat dipakaikan baju gres sampai mendandaninya dengan banyak sekali tambahan sehabis itu mayat akan dibawa berjalan di sekitar desa dan disaksikan oleh keluarga akrab serta penduduk.
Meskipun sangat abnormal dan menyeramkan, tradisi ini justru dianggap menarik dan menyita banyak perhatian para wisatawan baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara. Image : www.drokpa.com
Selain Ma'nene, masyarakat Tana Toraja juga mempunyai tradisi unik. Tradisi yang ada di sana yaitu Tau-Tau. Tradisi ini merupakan rangkaian upacara pemakaman Rambu Solo. Tradisi Tau-Tau dijalankan dengan melaksanakan pembuatan patung kayu yang dipahat. Patung tersebut merupakan perwujudan orang yang sudah meninggal.
Selanjutnya patung tersebut akan dimakamkan dengan upacara Rambu Solo. Mereka akan memasukkan jasad keluarga yang meninggal ke dalam sebuah peti mati dan menempatkannya pada lubang kecil di dalam gua dan meletakkan patung tersebut di akrab lokasi pemakaman.
Image : www.flickr.com
Pasola merupakan belahan dari rangkaian upacara tradisional masyarakat Sumba. Tradisi ini diadakan untuk menyambut masa tanam. Dalam permainan Pasola, terdapat dua kelompok ksatria berkuda yang sedang beradu ketangkasan melempar lembing kayu di sebuah padang savana.
Dalam permainan ini, para penerima telah menyiapkan tongkat kayu atau lembing. Mereka akan bertemu dalam arena perang dan saling melempar lembing. Lembing yang digunakan terbuat dari kayu dengan ujung tumpul. Namun meskipun tongkat tersebut dibiarkan tumpul, tidak jarang permainan ini melukai para pesertanya bahkan bisa memakan korban jiwa.
Dalam permainan ini, kucuran darah dari penerima Pasola sangat dibutuhkan lantaran semakin banyak darah yang tertumpah maka diyakini panen akan berlimpah. Apabila ada korban jiwa, maka korban tersebut dianggap menerima eksekusi dari tuhan dikarenakan telah melaksanakan suatu pelanggaran.
Image : http://unikgaul2.blogspot.com
Tatung merupakan atraksi yang terbilang sangat ekstrem. Atraksi ini diberi nama Pawai Tatung. Parade atraksi kesaktian warga Dayak-Tiongkok ini biasanya digelar untuk meramaikan perayaan Cap Go Meh, perayaan yang diselenggarakan pasca hari raya imlek.
Tatung dalam bahasa Hakka berarti orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur, atau kekuatan supranatural. Atraksi ini dijalankan dengan cara menusuk-nusuk anggota badan dengan benda tajam. Para Tatung melaksanakan atraksi dengan mempertunjukkan kekebalan mereka. Ada yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke pipi kanan sampai tembus pipi kiri, menginjak pecahan kaca, menginjak belahan tajam sebilah pedang sambil minum arak atau bahkan menghisap darah ayam. Anehnya, para tatung itu sedikitpun tidak tergores atau terluka
Sebenarnya, Tatung itu sendiri merupakan tradisi Tionghoa yang berbaur dengan budaya Dayak yang hanya ada di Singkawang Kalimantan Barat. Pawai Tatung di Singkawang ini merupakan pesta rakyat terbesar di dunia.
Image : https://rahman-mukhlis.blogspot.com
Masih dari Pulau Kalimantan tepatnya di Provinsi Kalimantan Tengah. Di tempat ini ada tradisi unik yang disebut Ritual Tiwah yaitu upacara susila keagamaan suku Dayak untuk mengantarkan tulang mayat ke Sandung yang sudah disediakan. Sandung yaitu tempat ibarat rumah kecil yang khusus dibentuk untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Bagi masyarakat Dayak, Ritual Tiwah diyakini sebagai sarana meluruskan perjalanan arwah mereka yang sudah meninggal untuk masuk surga. Bagi masyarakat Dayak, nirwana dikenal dengan nama Lewu Tatau yang merupakan sebuah tempat yang penuh kedamaian bersama Yang Maha Kuasa.
Selain itu, Ritual Tiwah juga ditujukan untuk membuang sial bagi keluarga yang ditinggalkan semoga terhindar dari efek jelek yang bisa saja tiba kepada mereka. Itulah sebabnya Ritual Tiweh ini sangat sakral bagi masyarakat Dayak lantaran menyangkut duduk perkara leluhur mereka.
Image : www.kamerabudaya.com
Lompat watu atau yang dikenal dengan nama Fahombo merupakan tradisi yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Nias Sumatera Utara. Tradisi ini telah dilakukan selama berabad-abad secara turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi di tiap-tiap keluarga dari ayah pada anak laki-lakinya. Lompat watu ini juga menjadi pengukur kedewasaan dan keberanian para perjaka sebagai generasi keturunan pejuang Nias.
Jika sudah dirasa tiba waktunya, maka anak laki-laki tersebut akan melompati watu yang disusun sampai mencapai ketinggian 2 meter dan ketebalan 40 cm. Pemuda akan berlari kencang dari jarak yang tidak begitu jauh. Kemudian perjaka Nias menginjakkan kakinya pada sebongkah watu dan melompat ke udara melewati watu besar yang ibarat benteng. Pemuda tersebut tidak boleh menyentuh puncak watu sedikit pun dan harus mendarat dengan sempurna. Jika tidak mendarat dengan sempurna, maka resikonya yaitu mengalami cidera otot atau patah tulang.
Pada kenyataannya, tidak semua perjaka Nias bisa melompati watu setinggi 2 meter tersebut walaupun sudah berlatih semenjak kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur semoga seseorang berhasil melompati watu dengan sempurna.
Jika zaman dahulu, lompat watu digunakan untuk memilih pantas tidaknya seorang perjaka Nias menjadi prajurit perang. Kini tradisi lompat watu bukan lagi untuk persiapan berperang antarsuku atau antar desa tetapi sebagai simbol budaya Nias. Atraksi Fahombo tidak hanya menjadi pujian bagi seorang perjaka Nias tapi juga untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam atraksi Fahombo, maka akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Image : http://mazmuzie.blogspot.com
Debus merupakan atraksi yang mempertunjukkan kekebalan. Atraksi Debus dikenal sebagai kesenian orisinil masyarakat Banten. Atraksi melukai diri sendiri ini sangatlah ekstrem, yakni mirip menusuk diri dengan pisau atau mengiris belahan tubuhnya dengan senjata tajam, memakan gelas, menyayat pengecap sendiri, makan api dan banyak sekali macam hal atraksi berbahaya lainnya. Uniknya, para pelaku atraksi tersebut akan selamat tanpa terluka sedikit pun.
Kesenian Debus bersama-sama kombinasi dari seni tari, seni bunyi dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Namun orang-orang awam lebih mengenalnya sebagai seni bela diri. Konon, Kesenian Debus ini sudah dilakukan oleh Umat Islam semenjak kala ke-16 silam sampai sekarang. Pada zaman dahulu, kesenian Debus digunakan para alim ulama untuk melawan penjajah.
Image : www.pinterest.com
Makare-kare dikenal dengan istilah Mageret Pandan atau dikenal juga dengan perang pandan, yaitu tradisi yang hanya ada di desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Bali. Tradisi Makare-kare ini bertujuan untuk persembahan kepada Dewa Indra yang diyakini sebagai Dewa Perang dan juga untuk menghormati para leluhur. Ritual ini digelar sekali dalam setahun yaitu pada bulan Juni.
Sebelum program puncak dimulai, para penerima harus mengelilingi desa dengan tujuan memohon keselamatan. Selanjutnya mereka berperang. Alat yang digunakan dikala perang yaitu pandan berduri yang diikat dan disimbolkan sebagai sebuah gada dan dilengkapi dengan perisai dari rotan yang berfungsi sebagai tameng untuk menangkis serangan lawan. Perang ini hanya diikuti oleh kaum laki-laki yang sudah mulai beranjak remaja. Perang tanding dikala tradisi Makare-kare atau perang pandan ini hanya berlangsung sekitar 1 menit saja.
Selesai perang pandan, luka gores yang kebanyakan di punggung diobati dengan ramuan tradisional dari materi kunyit yang dikenal begitu ampuh menyembuhkan luka. Setelah perang dalam tradisi Makare-kare akibat tidak boleh ada dendam diantara mereka, meski mereka sempat saling menyakiti lantaran itu yaitu rangkaian upacara persembahan yang dilakukan dengan tulus ikhlas.
Demikianlah artikel yang membahas perihal Tradisi-tradisi Unik dan Ekstrem yang Ada di Indonesia. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita semua.
Suku yang mendiami masing-masing tempat atau pulau tentu saja mempunyai tradisi atau adat-istiadat yang berbeda-beda. Tradisi ini merupakan kebiasaan bebuyutan yang telah dilakukan semenjak zaman nenek moyang dan dilestarikan sampai kini.
Tradisi-tradisi Unik dan Ekstrem di Indonesia
Dari sekian banyak tradisi di Indonesia, ada beberapa diantaranya yang begitu unik, abnormal dan bahkan terkesan ekstrem sehingga tak jarang menciptakan penonton bergidik ngeri. Dan inilah Tradisi-tradisi unik dan ekstrem yang ada di Indonesia.
1. Ikipalin (Papua)
Kita mulai dari Indonesia belahan timur. Tradisi ini adanya hanya di Papua yang dilakukan oleh Suku Dani secara turun temurun yang niscaya menciptakan kita bergidik ngeri. Bagaimana tidak? Masyarakat Suku Dani mempunyai tradisi yang begitu ekstrem namanya Ikipalin, yaitu sebuah tradisi potong jari.
Jika di Arab Saudi mungkin sudah tidak asing lagi dengan aturan potong tangan bagi pelaku pencurian. Namun bagi Suku Dani, potong jari bukanlah hukuman. Makara ceritanya setiap ada keluarga terdekat meninggal, keluarga terdekatnya harus menanggung beban yang pada umumnya dilakukan oleh kaum ibu dengan cara memotong jarinya. Akan tetapi kalau yang meninggal yaitu istri yang tak mempunyai orang tua, maka sang suami yang harus menanggungnya. Hal ini merupakan ungkapan rasa murung lantaran kehilangan keluarga yang dikasihi.
Namun berdasarkan informasi yang berkembang, tradisi potong jari ini sudah mulai langka. Kabarnya, tradisi ini pernah tidak boleh ketika zaman kolonialisme Belanda lantaran dinilai sangat ekstrem dan sadis.
2. Bambu Gila (Maluku)
Bambu gila merupakan permainan tradisional dari Maluku. Meskipun hanya sebuah permainan, namun bambu gila bukan permainan biasa lantaran permainan ini mempunyai aura mistis. Konon bambu yang dimainkan ini mempunyai kekuatan supranatural sehingga bambu menjadi berat dan sanggup bergerak dengan sendirinya.
Beberapa hal yang terlibat dalam permainan ini antara lain pawang, kemenyan, mantra, sebatang bambu berukuran 2,5 meter dengan jumlah ruas harus ganjil dan pemainnya juga harus berjumlah ganjil boleh lima atau tujuh laki-laki dewasa. Permainan ini akan dimulai dengan pemanggilan roh ghaib dengan cara memperabukan kemenyan dan mengucapkan mantra tertentu. Roh tersebut nantinya akan merasuki bambu yang menciptakan bambu menggila dan mengakibatkan para pemain kelelahan bahkan terpental.
3. Ma'nene (Tana Toraja, Sulawesi Selatan)
Image : www.rebelcircus.com
Tana Toraja merupakan kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Masyarakat Tana Toraja dikenal mempunyai sebuah tradisi pemakaman yang abnormal dan menakutkan namanya tradisi Ma’Nene yaitu ritual untuk menghormati orang terkasih yang telah meninggal.
Ritual Ma'nene atau mengganti pakaian mayat sebutan masayarakat Toraja, diawali dengan berkunjung ke lokasi pekuburan leluhur mereka yang dinamakan Patane. Kemudian mayat yang tersimpan dan dalam keadaan utuh lantaran diberi materi pengawet dibawa pulang, dibersihkan dengan memakai kuas lalu mayat dipakaikan baju gres sampai mendandaninya dengan banyak sekali tambahan sehabis itu mayat akan dibawa berjalan di sekitar desa dan disaksikan oleh keluarga akrab serta penduduk.
Meskipun sangat abnormal dan menyeramkan, tradisi ini justru dianggap menarik dan menyita banyak perhatian para wisatawan baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara.
Selain Ma'nene, masyarakat Tana Toraja juga mempunyai tradisi unik. Tradisi yang ada di sana yaitu Tau-Tau. Tradisi ini merupakan rangkaian upacara pemakaman Rambu Solo. Tradisi Tau-Tau dijalankan dengan melaksanakan pembuatan patung kayu yang dipahat. Patung tersebut merupakan perwujudan orang yang sudah meninggal.
Selanjutnya patung tersebut akan dimakamkan dengan upacara Rambu Solo. Mereka akan memasukkan jasad keluarga yang meninggal ke dalam sebuah peti mati dan menempatkannya pada lubang kecil di dalam gua dan meletakkan patung tersebut di akrab lokasi pemakaman.
5. Pasola (Sumba, Nusa Tenggara Timur)
Pasola merupakan belahan dari rangkaian upacara tradisional masyarakat Sumba. Tradisi ini diadakan untuk menyambut masa tanam. Dalam permainan Pasola, terdapat dua kelompok ksatria berkuda yang sedang beradu ketangkasan melempar lembing kayu di sebuah padang savana.
Dalam permainan ini, para penerima telah menyiapkan tongkat kayu atau lembing. Mereka akan bertemu dalam arena perang dan saling melempar lembing. Lembing yang digunakan terbuat dari kayu dengan ujung tumpul. Namun meskipun tongkat tersebut dibiarkan tumpul, tidak jarang permainan ini melukai para pesertanya bahkan bisa memakan korban jiwa.
Dalam permainan ini, kucuran darah dari penerima Pasola sangat dibutuhkan lantaran semakin banyak darah yang tertumpah maka diyakini panen akan berlimpah. Apabila ada korban jiwa, maka korban tersebut dianggap menerima eksekusi dari tuhan dikarenakan telah melaksanakan suatu pelanggaran.
6. Pawai Tatung (Singkawang, Kalimantan Barat)
Tatung merupakan atraksi yang terbilang sangat ekstrem. Atraksi ini diberi nama Pawai Tatung. Parade atraksi kesaktian warga Dayak-Tiongkok ini biasanya digelar untuk meramaikan perayaan Cap Go Meh, perayaan yang diselenggarakan pasca hari raya imlek.
Tatung dalam bahasa Hakka berarti orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur, atau kekuatan supranatural. Atraksi ini dijalankan dengan cara menusuk-nusuk anggota badan dengan benda tajam. Para Tatung melaksanakan atraksi dengan mempertunjukkan kekebalan mereka. Ada yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke pipi kanan sampai tembus pipi kiri, menginjak pecahan kaca, menginjak belahan tajam sebilah pedang sambil minum arak atau bahkan menghisap darah ayam. Anehnya, para tatung itu sedikitpun tidak tergores atau terluka
Sebenarnya, Tatung itu sendiri merupakan tradisi Tionghoa yang berbaur dengan budaya Dayak yang hanya ada di Singkawang Kalimantan Barat. Pawai Tatung di Singkawang ini merupakan pesta rakyat terbesar di dunia.
7. Ritual Tiweh (Kalimantan Tengah)
Masih dari Pulau Kalimantan tepatnya di Provinsi Kalimantan Tengah. Di tempat ini ada tradisi unik yang disebut Ritual Tiwah yaitu upacara susila keagamaan suku Dayak untuk mengantarkan tulang mayat ke Sandung yang sudah disediakan. Sandung yaitu tempat ibarat rumah kecil yang khusus dibentuk untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Bagi masyarakat Dayak, Ritual Tiwah diyakini sebagai sarana meluruskan perjalanan arwah mereka yang sudah meninggal untuk masuk surga. Bagi masyarakat Dayak, nirwana dikenal dengan nama Lewu Tatau yang merupakan sebuah tempat yang penuh kedamaian bersama Yang Maha Kuasa.
Selain itu, Ritual Tiwah juga ditujukan untuk membuang sial bagi keluarga yang ditinggalkan semoga terhindar dari efek jelek yang bisa saja tiba kepada mereka. Itulah sebabnya Ritual Tiweh ini sangat sakral bagi masyarakat Dayak lantaran menyangkut duduk perkara leluhur mereka.
8. Lompat Batu Fahombo (Nias, Sumatera Utara)
Lompat watu atau yang dikenal dengan nama Fahombo merupakan tradisi yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Nias Sumatera Utara. Tradisi ini telah dilakukan selama berabad-abad secara turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi di tiap-tiap keluarga dari ayah pada anak laki-lakinya. Lompat watu ini juga menjadi pengukur kedewasaan dan keberanian para perjaka sebagai generasi keturunan pejuang Nias.
Jika sudah dirasa tiba waktunya, maka anak laki-laki tersebut akan melompati watu yang disusun sampai mencapai ketinggian 2 meter dan ketebalan 40 cm. Pemuda akan berlari kencang dari jarak yang tidak begitu jauh. Kemudian perjaka Nias menginjakkan kakinya pada sebongkah watu dan melompat ke udara melewati watu besar yang ibarat benteng. Pemuda tersebut tidak boleh menyentuh puncak watu sedikit pun dan harus mendarat dengan sempurna. Jika tidak mendarat dengan sempurna, maka resikonya yaitu mengalami cidera otot atau patah tulang.
Pada kenyataannya, tidak semua perjaka Nias bisa melompati watu setinggi 2 meter tersebut walaupun sudah berlatih semenjak kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur semoga seseorang berhasil melompati watu dengan sempurna.
Jika zaman dahulu, lompat watu digunakan untuk memilih pantas tidaknya seorang perjaka Nias menjadi prajurit perang. Kini tradisi lompat watu bukan lagi untuk persiapan berperang antarsuku atau antar desa tetapi sebagai simbol budaya Nias. Atraksi Fahombo tidak hanya menjadi pujian bagi seorang perjaka Nias tapi juga untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam atraksi Fahombo, maka akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
9. Debus (Banten, Jawa Barat)
Debus merupakan atraksi yang mempertunjukkan kekebalan. Atraksi Debus dikenal sebagai kesenian orisinil masyarakat Banten. Atraksi melukai diri sendiri ini sangatlah ekstrem, yakni mirip menusuk diri dengan pisau atau mengiris belahan tubuhnya dengan senjata tajam, memakan gelas, menyayat pengecap sendiri, makan api dan banyak sekali macam hal atraksi berbahaya lainnya. Uniknya, para pelaku atraksi tersebut akan selamat tanpa terluka sedikit pun.
Kesenian Debus bersama-sama kombinasi dari seni tari, seni bunyi dan seni kebatinan yang bernuansa magis. Namun orang-orang awam lebih mengenalnya sebagai seni bela diri. Konon, Kesenian Debus ini sudah dilakukan oleh Umat Islam semenjak kala ke-16 silam sampai sekarang. Pada zaman dahulu, kesenian Debus digunakan para alim ulama untuk melawan penjajah.
10. Tradisi Makare-kare (Bali)
Makare-kare dikenal dengan istilah Mageret Pandan atau dikenal juga dengan perang pandan, yaitu tradisi yang hanya ada di desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Bali. Tradisi Makare-kare ini bertujuan untuk persembahan kepada Dewa Indra yang diyakini sebagai Dewa Perang dan juga untuk menghormati para leluhur. Ritual ini digelar sekali dalam setahun yaitu pada bulan Juni.
Sebelum program puncak dimulai, para penerima harus mengelilingi desa dengan tujuan memohon keselamatan. Selanjutnya mereka berperang. Alat yang digunakan dikala perang yaitu pandan berduri yang diikat dan disimbolkan sebagai sebuah gada dan dilengkapi dengan perisai dari rotan yang berfungsi sebagai tameng untuk menangkis serangan lawan. Perang ini hanya diikuti oleh kaum laki-laki yang sudah mulai beranjak remaja. Perang tanding dikala tradisi Makare-kare atau perang pandan ini hanya berlangsung sekitar 1 menit saja.
Selesai perang pandan, luka gores yang kebanyakan di punggung diobati dengan ramuan tradisional dari materi kunyit yang dikenal begitu ampuh menyembuhkan luka. Setelah perang dalam tradisi Makare-kare akibat tidak boleh ada dendam diantara mereka, meski mereka sempat saling menyakiti lantaran itu yaitu rangkaian upacara persembahan yang dilakukan dengan tulus ikhlas.
Demikianlah artikel yang membahas perihal Tradisi-tradisi Unik dan Ekstrem yang Ada di Indonesia. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita semua.